Selasa, 03 Juli 2007

KEMISKINAN DI KABUPATEN KARAWANG SUATU TINJAUAN TENTANG KEMANUSIAAN

Karawang yang dikenal sebagai salah satu daerah sentra produksi pangan yang mampu memenuhi kebutuhan beras bukan hanya tingkat propinsi bahkan tingkat nasional. Kenyataan pahit yang kita lihat ternyata masih banyak masyarakat yang justeru kesulitan untuk membeli beras, hal ini bertolak belakang dengan predikat yang disandang Kabupaten Karawang sebagai Lumbung Padi.
Kemiskinan itu bukan sekedar istilah umum yang berkembang di Karawang, kemiskinan relatif yang muncul dan juga dapat terlihat jelas khususnya pasca krisis ekonomi yang melanda negeri ini, tingginya angka pengangguran akibat perusahaan yang menutup kegiatan usahanya dipercayai menjadi sumber utama persoalan kemiskinan itu. Disisi lain kemiskinan absolut menjadi semakin bertambah, mereka yang tadinya mampu memenuhi kebutuhan dasar menjadi tidak mampu berbuat banyak selain menunggu bantuan dari pemerintah.
Dalam beberapa paparan dijelaskan bahwa kemiskinan menjadi momok bagi pembangunan daerah. Tetapi pada dasarnya tidak satupun manusia yang dilahirkan dibumi ini untuk menjadi orang miskin dan tidak satupun orang berkeinginan untuk menjadi miskin. Mereka yang miskin lebih disebabkan oleh lingkungannya, dengan kata lain lingkungan yang telah menciptakan masyarkat miskin, maka lingkungan pula yang perlu dijadikan sumber perbaikan bagi masyarakat sekitarnya.
Anggapan lain yang mempercayai bahwa konsentrasi pemerintah lebih banyak ditujukan untuk membantu masyarakat miskin bukan kepada sumbernya (lingkungan) tetapi kepada individu masyarakat itu sendiri, padahal teori mengatakan apabila mereka yang miskin diberi bantuan hanya untuk kebutuhan konsumsinya semata, maka mereka akan tetap menjadi miskin. Hal ini menjadi persoalan pelik bagi pemerintah.
Secara fisik pembangunan di Karawang tampaknya terus mengalami peningkatan, dan itu pun terjadi di Kota (atau kawasan dekat perkotaan), masyarakat di desa tampaknya sama sekali tidak mengerti dan memahami bahkan sama sekali tidak menikmati indahnya pembangunan didaerahnya. Distribusi pendapatan masyarakat yang terjadipun sama sekali tidak seimbang, aliran pendapatan dari desa menuju kota sangat besar dibandingkan sebaliknya, hal ini menyebabkan mengapa kota menjadi semakin mewah dengan pembangunan sementara desa sama sekali sulit (jika tidak bisa dianggap mampu untuk membangun) untuk berubah.
Orang didesa yang dengan susah payah mengumpulkan pendapatannya (yang jauh bila dibandingkan pendapatan orang kota) untuk memenuhi kebutuhannya tetapi justeru sebagian besar pendapatannya mengalir dengan deras menuju kota. Untuk kondisi seperti ini semestinya pihak terkait (pemerintah, lembaga dan organisasi kemasyarakatan serta perguruan tinggi) dapat mengkaji dan menelaah kembali bila perlu dilakukan survey bagaimana aliran distribusi masyarakat dan arus konsumsi masyarakat di dua wilayah tersebut (kota dan desa) terjadi, sehingga akan diperoleh data ketimpangan pendapatan yang akurat sebagai informasi.
Masyarakat desa dianggap demikian lugu dengan kondisi lingkungannya, sedikit sekali temuan dan inisiatif serta gagasan yang dapat berkembang dan mampu menciptakan potensi dan keunggulan komparatif, sebagian kecil contohnya adalah desa yang memiliki potensi pertanian yang luas (sebagian besar desa di Karawang memilikinya) tetapi pada kenyataannya masyarakat tidak mampu menjadikan potensi tersebut sebagai keunggulan bersaing dengan desa yang justeru tidak memiliki potensi tersebut, telah banyak kejadian yang mencatat bagaimana para petani menuntut perbaikan kesejahteraan disektor pertanian dan hal itu terus berlangsung hingga kini.
Mengapa hal tersebut terjadi di Karawang ?, Kabupaten yang diyakini sebagai pusat Industri dan pertanian di Jawa Barat. salahkah pemerintah dalam menetapkan strategi pembangunannya ?, apakah kualitas sumber daya manusia di Karawang yang masih rendah ?. Berbagai pertanyaan muncul dan tanpa satupun yang berani mengemukakan jawabannya, kenapa ?.
Semuanya kembali kepada bagaimana sebuah sistem dijalankan, hukum sinergis dalam pelaksanaan pembangunan menjadi pedoman yang terlupakan. Hubungan sinergis antara pemerintah, masyarakat, organisasi kemasyarakatan, lembaga pendidikan dan berbagai instansi terkait tampaknya belum menunjukkan kesamaan prinsip dan pemikiran sehingga terkesan berada dalam jalur yang bersebrangan.
Secara umum masyarakat mengetahui apa itu Lingkaran kemiskinan, setiap pemerintah menggulirkan program bantuan bagi masyarakat terdapat beberapa skema yang mencantumkan alur kemiskinan masyarakat, misalnya beberapa pertanyaan yang berhubungan “mengapa miskin?” salah satu jawabannya “karena tidak sekolah, sehingga tidak bisa bekerja”, kemudian “mengapa tidak bekerja?” jawabannya akan kembali ke atas yaitu “Karena Miskin”. Tidaklah mudah memutus rantai kemiskinan, meskipun diketahui sumber yang membuat masyarakat miskin tetapi itu memrlukan waktu dan konsekwensi yang tinggi untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera seperti dicita-citakan bangsa Indonesia.

MENGAPA LAHAN PEKARANGAN SEBAGIAN BESAR MASYARAKAT DI KARAWANG TIDAK PRODUKTIF ?

Masyarakat Jakarta mulai keranjingan hobi memanfaatkan lahan pekarangan untuk ditanami sayuran dan tanaman lain yang dapat menghasilkan uang, berbagai model dan teknik penanaman di kembangkan demikian juga dengan banyaknya tulisan yang mengulas tentang bagaimana lahan dapat menjadi lebih produktif, mulai dari teknik vertikultur sampai dengan metode hidroponik pun mulai digemari.

Wajar saja jika warga Jakarta mulai mengembangkan budidaya tanaman dengan cara seperti itu karena semakin terbatasnya lahan pertanian, bayangkan saja untuk mengolah pertanian dengan teknik konvensional paling tidak dibutuhkan luas lahan ribuan meter bahkan hektaran, Warga Jakarta tidak memiliki lahan seluas itu, selain itu paradigma berfikir warga yang berkembang jauh lebih baik untuk menciptakan beragam inovasi.

Lain di Jakarta tentu lain pula di Karawang, luas lahan pekarangan penduduk di karawang khususnya di pedesaan terhitung cukup luas jika dibandingkan dengan kebanyakan perumahan di perkotaan, namun luas lahan pekarangan tersebut umumnya tidak menghasilkan apa-apa alias tidak produktif, kebanyakan warga bercocok tanam dengan cara konvensional sehingga membutuhkan lahan yang cukup luas, namun sayangnya produksi pertanian dan perkebunannya relative belum mampu menjadi unggulan karena kualitas produk yang rendah sebagai akibat dari perawatan yang tidak optimal.

Ketergantungan warga terhadap lahan yang luas untuk bercocok tanam menjadi persoalan, pengetahuan untuk menggunakan metode penanaman dengan teknik modern pun belum mereka kuasai sehingga banyak diantaranya yang kemudian tidak dapat menjalankan usaha bertani karena factor keterbatasan lahan dan pola konvensional yang mereka kuasai.

Dalam sebuah tulisan yang di terbitkan Harian Kompas yang diperoleh dari situs http://www.kompas.com yang ditulis Oleh Dr. ROCHAJAT HARUN menyatakan bahwa perlunya menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Di sini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu untuk mendorong (encourage), memotivasi, dan membangkitkan kesadaran (awareness) akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.
"Vertikultur adalah cara pertanian yang hemat lahan. Sangat cocok diterapkan di daerah permukiman padat," kata Edi Junaedi, pemerhati masalah pertanian kota dari Konphalindo (Konsorsium Nasional untuk Pelestarian Alam dan Hutan Indonesia).
Dalam satu kesempatan berbincang dengan seorang kawan dari daerah Selatan Karawang yaitu Kecamatan Tegalwaru, seorang aktivis lingkungan hidup yang juga gemar mengembangkan sektor pertanian dan lingkungan Ahmad Rakhmat, SE seorang pendiri organisasi lingkungan hidup “Oepas Korak” yang berkiprah untuk mengembangkan daerahnya yang memang memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar. Kenyataan bahwa sektor pertanian menurutnya memang belum mendapatkan perhatian yang serius, dalam artian bahwa perkembangannya khususnya di daerahnya pengelolaan sektor pertanian masih bersifat konvensional, hal ini terlalu rawan dengan kondisi alam di Tegalwaru yang kebanyakan masih hutan, jika saja warga tetap beranggapan bahwa untuk bercocok tanam dibutuhkan laha yang luas, maka dampaknya pasti akan membuka lahan baru dihutan, dan ini berakibat pada kerusakan hutan tersebut, jadi alangkah lebih baik jika dilakukan upaya untuk mengembangkan teknik pertanian modern untuk mengantisipasi munculnya kerusakan tersebut.

Lain lagi dengan pendapat kawan dari Kecamatan Telukjambe Edi Yusuf Sugianto, SE yang sekarang ini sedang tertarik untuk mengembangkan pertanian dengan metode Vertikultur, keterbatasan lahan pertanian yang menggugah keinginannya untuk mengembangkan metode tersebut, kesibukannya sebagai pengelola Program Kegiatan Belajar Masyarakat “Bina Sejahtera” Telukjambe Timur memberikan inspirasi untuk mengikutsertakan pula siswa belajar dalam kegiatan pertanian, ini akan memberikan tambahan wawasan dan keterampilan serta kecakapan hidup bagi para siswa, sehingga diharapkan mereka akan mengembangkan usaha pertanian yang lebih berkualitas dikemudian hari.

Pada bulan Juni 2007 lalu koresponden dari Jepang Prof Dr. Kenichiro Arai mengirimkan artikel mengenai teknik pertanian Jepang yang modern, saya memintanya untuk dapat dijadikan sebagai tambahan pengetahuan saya yang mungkin menjadi bahan untuk dikembangkan di Karawang, Warga Jepang memang telah mengembangkan teknik tersebut sejak dulu, mereka lebih banyak menggunakan metode hidroponik atau vertikultur dan metode lainnya untuk menanam sayuran dan buah-buahan, hal ini dilakukan karena keterbatasan lahan pertanian di Jepang sehingga teknik ini berkembang dengan baik.

Lalu mengapa teknik pertanian dengan metode tersebut sangat jarang dikembangkan di Karawang ?, persoalannya mungkin karena luas lahan pertanian di Karawang masih cukup luas, atau mungkin karena teknik tersebut belum dikuasai oleh warga, jika saja lahan pekarangan rumah dapat dimanfaatkan oleh warga masyarakat, tentunya luas lahan pertanian dan perkebunan yang adapun dapat dimanfaatkan lebih optimal lagi, tidak seperti sekarang ini dimana lahan pertanian dan perkebunan masih relatif kurang produktivitasnya.

Mungkin anda mempunyai pendapat yang sama dengan saya mengenai hal ini.

Jumat, 29 Juni 2007

APA YANG MENARIK DARI KARAWANG

Apa sebenarnya yang paling menarik yang dapat kita lihat dari Karawang ?. pemandangankah..?? kebersihan..?? Lingkungan yang Indah...??, rasa aman...??, pariwisata...??, Industri...???, pertanian...?? atau "goyangannya"...??? tergantung anda mau melihat yang mana, semua itu ada di Karawang, dari sisi utara yang berbatasan langsung dengan laut...atau sisi selatan yang di pagari dengan gunung... soal lain-lainnya....tergantung kepada penilaian anda, yang pasti Karawang memiliki segudang sajian yang menarik yang dapat anda temukan, meski diakui harus teliti memilih dan waspada untuk memilah....karena tidak semua tampak dan mudah dicari, mesti rajin dan tetap semangat untuk mencari.

Wah, berarti lebih banyak yang tersembunyi dong..???? ya... semua memiliki potensi yang besar untuk di "jamah", di "belai" dan diperlakukan denga penuh kasih dan sayang,soal goyangannya.....??? pasti luar biasa.

Karawang.....tempat yang tepat untuk anda menikmati hidup yang lebih baik...tidak percaya..??? buktikan sendiri saja

Rabu, 27 Juni 2007

Pemangsa yang Kebingungan

Tayangan Discovery Channel di televisi swasta beberapa tahun terakhir mencapai ratting cukup tinggi dikalangan pemirsa Indonesia yang tampaknya mulai jenuh dengan tayangan sinetron dan film yang lebih banyak menyuguhkan sajian “kurang menarik” meskipun diantaranya menjadi tontonan “wajib” khususnya kaum remaja dan ibu rumah tangga. Munculnya Rob dan David Braddel sebagai presenter sekaligus pemeran utama dalam ekspedisi di alam liar menjadi semakin menarik perhatian, apa yang paling menarik dari sajian tersebut ?. kehidupan hewan yang secara alami mempertahankan hidupnya, menjadi pemangsa atau mangsa dan ini menyuguhkan informasi menarik dan cukup menakjubkan.

Lihat saja bagaimana seekor Singa betina mengamati setiap gerak gerik buruannya, sekelompok rusa yang gemuk membuatnya demikian bernafsu untuk segera memangsanya, tetapi sang Singa dengan sangat hati-hati tidak langsung mengambil tindakan selain daripada mengamati dan memfokuskan sasaran pada mangsa yang paling tepat untuk disergap, untuk kemudian mengejarnya hingga tertangkap, data menyebutkan dari setiap kali pengejaran yang dilakukan singa terhadap buruannya 80% diantaranya berhasil dan singa tetap pada focus buruan yang telah di tetapkan dari sekian banyak buruan yang ada disekitarnya. Sungguh perencanaan hebat yang dilakukan seekor singa untuk mendapatkan mangsanya.

Perumpamaan di atas diterapkan untuk mengamati bagaimana seorang pebisnis menetapkan sasaran bisnisnya,

Brand and Marketing Kota

Kabupaten Karawang memiliki dua wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten lain, jika pengunjung yang berasal dari Bandung, purwakarta, cirebon, subang dan Jawa Tengah hendak menuju Jakarta melalui route jalan lama, pasti mereka memasuki Kabupaten Karawang, tentu saja tanpa terkecuali mereka yang menggunakan jalan tol Cikampek Jakarta, pasti sedikitnya tahu bahwa daerah yang mereka lalui adalah Kabupaten Karawang, demikian halnya mereka yang dari arah Bekasi dan Jakarta yang menuju jawa tengah pun sama melewati Karawang.

Karawang menjadi daerah strategis yang banyak di lalui orang, keunggulan ini sayangnya kurang diperhatikan, padahal kita dapat memanfaatkan peluang dengan memasarkan potensi Kabupaten Karawang kepada setiap orang, dulu di hampir setiap perbatasan Kabupaten terdapat sejenis sign-board besar yang bertuliskan “ Selamat Datang di Kabupaten…” atau sekedar tulisan semboyan kota seperti yang terpampang ketika anda memasuki Kabupaten Garut “ Garut Kota Intan” atau jika anda dari arah Bandung menuju Purwakarta di sana terbentang sejenis gapura yang melintang di atas jalan dengan tulisan “ Selamat Datang Di Kota Purwakarta” sama seperti gerbang yang membentang di jalur masuk menuju kota Karawang dari gerbang Tol Karawang Barat, ini adalah upaya memperkenalkan daerah meskipun belum menyentuh aspek memasarkan daerah dengan strategi positioning yang diarahkan kepada para pengunjung untuk mengingat daerah yang dilaluinya, karena belum lengkap dengan informasi potensi daerah yang sesungguhnya.

Pergeseran paradigma masyarakat memiliki pengaruh yang besar sekali khususnya dalam hal memasarkan daerah, sebut saja Popy Rufaidah, Ph.D (baca harian Pikiran Rakyat Selasa, 29 Mei 2007 di halaman 26) yang menulis artikel mengenai “ keunggulan kota Bandung” sebagai sumber membangun brand provinsi Jawa Barat yang dipresentasikan di Regional Marketing Conference, Launceston, Tasmania Australia yang di garap melalui konsep Marketing & Brand oleh Indonesia Marketing Association Jawa Barat (IMA JABAR), secara garis besar bahwa Brand & Marketing daerah memiliki peran besar bukan saja memperkenalkan potensi daerah yang ada tetapi mempunyai fungsi yang lebih besar sebagai tourism development and marketing yang dapat menarik pengunjung (visit) dari berbagai daerah untuk sekedar menikmati potensi pariwisata sehingga akan terbentuk pula community development yang akan meningkatkan preferensi pengunjung untuk menjadi penduduk di daerah tersebut dan akhirnya tujuan economic development akan tercapai dengan sendirinya.

Tidaklah salah jika kita kemudian beranggapan bahwa peran brand dan marketing daerah untuk memperkenalkan Kabupaten Karawang kepada semua orang akan menjadi satu langkah besar menuju strategi go public karena potensi tersebut memang telah dimiliki Karawang terlebih setelah Industrialisasi menjadi andalannya.

Berbicara mengenai Brand & Marketing daerah Karawang tidak saja terbatas pada sasaran luar daerah, langkah awal yang dinilai penting adalah dengan menanamkan brand yang tepat di kalangan masyarakat Karawang sendiri, sebut saja dalam beberapa hal masyarakat Karawang belum merasa bangga dengan potensi yang di miliki, informasi yang terbatas mengenai pembangunan dan kurangnya keinginan untuk sekedar menghabiskan waktu dengan rekreasi di lokasi pariwisata Karawang, masyarakat lebih banyak memilih daerah lain sebagai tujuan wisata, hal ini tentu berkaitan erat dengan upaya membangun lokasi wisata yang sesuai dengan kehendak masyarakat, dan itu tentunya harus direncanakan dengan matang sehingga brand Kabupaten Karawang di kalangan masyarakat sendiri menjadi lebih baik.

Jika anda pernah berjalan-jalan ke Kabupaten Purwakarta, tentu anda akan mengenal Situ Buleud, yaitu danau yang terletak di jalur kota purwakarta dan menjadi salah satu tujuan wisata setelah Bendungan Jatiluhur, apa yang dilakukan pemerintah kota beserta masyarakatnya dalam mengelola potensi itu patut kita acungi jempol, untuk menciptakan brand & marketing kota purwakarta tidak jarang di gelar berbagai kegiatan dari lomba jalan santai, rally sepeda sampai pergelaran lainnya yang ditujukan bukan saja kepada masyarakat purwakarta sendiri tetapi juga ditujukan kepada pengunjung luar daerah. Komitment yang besar untuk membangun citera Kota yang memang nyaman untuk menjadi tujuan wisata dan investasi.

Bagaimana dengan Kabupaten Karawang?, berbagai upaya dilakukan mulai dari pemasangan sign board dan Gapura kota di beberapa perbatasan juga menggelar berbagai pertunjukan di lapangan Karangpawitan dan dibeberapa tempat wisata serta satu keuntungan menjadi tuan rumah penyelenggaraan Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Daerah Jawa Barat yang cukup membantu dalam upaya marketing kota Karawang. Namun hal ini tidak secara langsung dapat memposisikan Karawang di benak para pengunjung jika tidak dilakukan secara berkala, artinya intensitas dari publikasi dan informasi tetap memiliki peran yang cukup besar.

Positioning kota memang cenderung mengarah pada memperkenalkan karakteristik daerah yang terkesan menggelitik rasa penasaran dan keingintahuan orang lain untuk berkunjung atau melihat secara langsung, karena positioning itu sendiri di artikan sebagai “single-statement” yang mengupayakan persepsi terhadap sesuatu -biasanya produk- menjadi unik di benak konsumen, sebut saja Bogor yang dikenal dengan “kota Hujan” atau dikenal dengan komoditi “Talas Bogor” jelas sekali kita akan mengenal bogor ketika misalnya saja Jakarta mengalami Banjir, dan orang akan tertarik untuk membuktikan rasanya Talas Bogor atau sekedar menikmati alamnya yang indah, tentu saja intensitas dari publikasi ini dilakukan terus menerus disamping mengembangkan sub segmen marketing yang dinilai tepat untuk positioning kota.

Apakah Karawang memiliki potensi yang mampu menanamkan persepsi masyarakat mengenai kota Karawang ?, jelas sekali kita tahu bahwa di Indonesia hanya ada satu daerah pangkal perjuangan yaitu Karawang, dan tentunya pula Lumbung Padi menjadi sebuah brand – meskipun trend dari predikat itu mungkin saja telah menurun – yang telah bertahun-tahun lamanya tetap melekat. Tetapi apa yang dapat kita temukan dari kedua-dua predikat tersebut yang dinilai memiliki daya tarik besar untuk dijadikan sebagai keunggulan yang dapat mencapai global marketing daerah Karawang. Yang perlu dilakukan adalah menerapkan beberapa konsep secara komprehensif.

Pertama adalah melalui konsep Pendekatan Penjualan Langsung, penjualan yang dimaksud dalam konsep ini adalah menyampaikan secara langsung informasi kota kepada sekelompok orang atau secara keseluruhan dengan tujuan menarik sebanyak mungkin pengunjung yang dapat mengakses berbagai produk yang ditawarkan – anggap saja daerah dan potensinya menjadi produk yang akan dijual kepada the best possible market– dengan demikian sasaran brand & marketing kota dapat dicapai. Biasanya konsep ini dilakukan dengan menggelar berbagai acara seperti pameran pembangunan dan pameran hasil potensi daerah.

Kedua adalah melalui konsep Pendekatan Perubahan Potensi Daerah, dapat di ibaratkan seorang pengelola Event Organizer yang handal akan mampu melihat peluang dan meminimalkan resiko ketika akan menggelar pertunjukkan, sehingga dapat diperoleh hasil dari pertunjukan yang paling spektakuler dan berkesan di benak masyarakat, upaya ini dilakukan secara sistematis dan benar-benar terorganisir karena mereka tetap pada satu tujuan yaitu menggelar pertunjukkan yang paling menakjubkan. Pada dasarnya mereka hanya menata bagian-bagian tertentu yang dianggap tidak menarik dan seolah-olah “disulap” menjadi cukup menarik, bukan menyingkirkan atau membuang sesuatu yang dinilai merusak “pemandangan” penonton tapi justeru memanfaatkannya menjadi satu daya tarik yang dapat mengalihkan perhatian orang. Pendekatan ini yang dapat diterapkan, yaitu merubah dan menata potensi daerah dari yang dianggap “kurang menarik” menjadi tampak demikian anggun dan “menggelitik” benak masyarakat. Siapapun yang pernah berkunjung ke Jogjakarta pasti akan menyempatkan waktu untuk berjalan-jalan di sepanjang jalan Malioboro, jalan yang dipadati oleh para pedagang mulai dari toko hingga PKL, dari restaurant sampai dengan “Lesehan”, dan kesemuanya ini menciptakan daya tarik tersendiri di benak pengunjung, sesuatu yang dipandang “tidak menarik” dengan penataan sedemikian rupa menjadi “menarik” dan memiliki nilai jual.

Kemudian purwakarta dengan Situ Buleud yang sebenarnya letak dan kondisinya merupakan lahan tidak produktif ditengah kota dan cenderung dianggap penghalang pembangunan, tetapi dengan tangan kreatif dan manajemen pembangunan yang baik menghasilkan satu keunggulan yang tidak dimiliki daerah lain di Jawa Barat, dan ini dibuktikan dengan banyaknya pengunjung baik dari dalam maupun luar kota purwakarta yang sekedar menghabiskan waktu untuk refreshing menikmati keindahannya.

Tidak kalah menarik juga Bendungan Walahar di Kecamatan Klari yang sekarang terlihat cukup berpotensi untuk dikembangkan menjadi keunggulan Kabupaten Karawang yang dapat menarik pengunjung, peran Konsultan untuk menata bagian-bagian ini agar menjadi semakin menarik perhatian orang sangat dibutuhkan, seperti event organizer yang dapat menggelar konser paling spektakuler hanya dengan memanfaatkan sesuatu yang “kurang” menjadi “lebih” menarik.

Ketiga, adalah melalui Metode Perubahan Dramatis, Inul Daratista adalah penyanyi dangdut yang terkenal dengan “goyang ngebor”nya, hanya dalam waktu singkat penyanyi ini mampu mencapai puncak kejayaan dipapan atas penyanyi dangdut sukses, apa yang dilakukan oleh penyanyi yang sebelumnya hanya pentas dipanggung hiburan masyarakat kemudian “meroket” hingga menembus pasar nasional?, Kecerdasannya untuk melakukan perubahan dramatis dalam pentasnya membuat dia terkenal, jika saja Inul Daratista hanya penyanyi dangdut biasa yang Cuma menjual suara, maka kecil kemungkinan dia menjadi “ratu ngebor” yang terkenal, tetapi perencanaan yang matang – tentunya demikian rumit dan membutuhkan waktu panjang – telah mengntarkannya menuju celebrityhood, yang kemudian diikuti oleh banyak penyanyi baru di belantika musik dangdut sebagai musik cirri khas masyarakat Indonesia.

Langkah menuju perubahan dramatis memungkinkan daerah memiliki potensi untuk dijual kepada masyarakat, Si Manis Jembatan Ancol telah mencapai positioning Pariwisata Ancol yang melekat erat dibenak Masyarakat, tempat yang dulu dianggap ‘angker’ dan terkesan menyeramkan telah “disulap” total menjadi tempat wisata dengan seribu satu macam sajian wisata yang menarik.

Karawang, Purwakarta dan Cikarang yang membangun pusat belanja terbesar beberapa waktu belakangan juga mampu menarik pengunjung untuk membelanjakan uangnya di sana, perubahan ini mampu menempatkan daerah hingga dikenal oleh masyarakat.

Pada dasarnya semua konsep tersebut di atas telah dilaksanakan oleh setiap daerah, namun meski demikian intensitas yang terus menerus dilakukan serta menata kembali dan menciptakan kedua bagian (perubahan potensi daerah dan perubahan dramatis) dianggap cukup memiliki peran paling besar untuk mengarahkan daerah kepada posisi marketing yang lebih baik.

Mungkin anda setuju dengan pendapat di atas.??

Selasa, 19 Juni 2007

Karawang Kaya dengan Situs Candi Tertua


Dalam perjalanan sejarahnya, Karawang menyimpan banyak bukti-bukti peninggalan kejayaan peradaban masa lalu, ditemukannya lokasi percandian di Batujaya yang dipercaya sebagai bukti peninggalan kerajaan Tarumanagara abad 2 Masehi, adanya kuil Sin Jien Ku Poh di Tanjungpura yang berdiri sejak Abad 7 Masehi, kemudian ditemukannya situs lain di Desa Dongkal Kecamatan Pedes sebagai bukti peninggalan suku Buni atau dikenal dengan Proto Malayu dan lainnya.

Pada periode tahun 1980-an sebelum industrialisasi masuk ke Karawang, ada satu daerah yang dikenal dengan sebutan "batu tulis", di sana terdapat peninggalan berbentuk prasasti yang tertulis, namun sampai saat ini keberadaan prasasti itupun tidak lagi diketahui.

Karawang Pangkal Perjuangan, slogan itu membuktikan bahwa di daerah ini ribuan tahun yang lalu pernah terdapat komunitas masyarakat peradaban yang merupakan cikal bakal lahirnya generasi kita, maka sewajarnya kita melestarikan dan menjaganya karena kita adalah pewaris kejayaan masa lalu